Gantikan kue atau Kencan?
--
13.34
Menyadari sudah terlambat 4 menit, Furina segera berlari menuju halte tempatnya memiliki janji bersama Arlecchino.
Rambut putih kebiruannya berkibar menandakan cepatnya Furina berlari.
Begitu sampai di halte, ada cukup banyak orang di sana. Furina sedikit bingung untuk mencari keberadaan Arlecchino.
Dengan nafas yang masih tersenggal, Furina memutuskan untuk duduk di kursi yang kosong. Begitu duduk, Furina mengeluarkan ponselnya dan melihat bagaimana keadaan wajahnya melalui pantulan layar ponsel.
Hela nafas lega keluar dari bibir Furina. Penampilannya masih oke dan makeup tipisnya tidak mengalami kelunturan. Sudut bibirnya tanpa sadar tertarik.
Tiba-tiba sebuah notifikasi muncul dari layarnya. Itu pesan dari Arlecchino.
Buru-buru Furina membuka pesan tersebut.
Kak Arlecchino yang kuenya jatuh
kamu gak usah buru-buru gitu, saya juga baru sampai kok
Furina mengangkat kepalanya, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan wanita bertubuh tinggi yang ia tanpa sengaja tabrak hari lalu.
Sayang sekali, Furina tidak menemukan sosok jangkung tersebut.
Furina kembali menunduk menatap layar ponselnya, berniat untuk menanyakan keberadaan Arlecchino.
tap tap
tepukan di pundaknya membuat Furina mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada Arlecchino.
“halo.”
Furina menoleh kemudian, saat melihat sosok jangkung yang dicarinya sedari tadi, mulutnya seketika terbuka, bahunya pun menegang.
“ha-halo…”
Furina beranjak begitu saja dari tempat duduknya, ia menunduk dan mengucapkan kata maaf dengan cepat dan keras.
“MAAF SOAL YANG KEMARIN. AKU GAK SENGAJA!! MAAF, HARI INI AKU GANTI KUENYA!”
Suaranya yang keras tersebut, mampu mengalihkan perhatian orang-orang di halte. Tentu saja, Furina tidak menyadari hal tersebut. Arlecchino-lah yang menyadari tatapan orang-orang terhadap mereka.
Tanpa berbicara sepatah kata pun, Arlecchino membawa Furina ke area lain yang memiliki sedikit orang.
“jangan teriak-teriak begitu. Saya gak marah kok.”
Furina mengangkat wajahnya, menatap Arlecchino yang memang lebih tinggi darinya. Furina tersenyum kikuk.
“Maaf.”
Arlecchino tak membalas. Wanita itu membuka telapak tangannya, menagih kue.
“Mana kuenya?”
Furina membeku.
Dia lupa membawa kuenya.
Furina menunduk menggigit bibir bawahnya, rambutnya yang jatuh menutupi wajah ia selipkan ke belakang telinganya. Kakinya bergerak-gerak tak jelas saking gugupnya.
Kegugupan tersebut seakan sirna sesaat setelah mendengar tawa kecil dari wanita yang ada di hadapannya.
Kepala Furina terangkat akibat suara tawa tersebut, ekspresi wajahnya menandakan kebingungan yang teramat kentara.
Arlecchino tersenyum kemudian berbalik. Ia berucap. “Ayo beli dulu.” dan mulai melangkah.
Melihat Arlecchino yang mulai menjauh, Furina segera menggerakkan kakinya untuk mengikuti Arlecchino yang sudah cukup jauh di depannya.
Butuh tenaga lebih bagi Furina untuk bisa mencapai tepat di belakang punggung Arlecchino. Kaki Arlecchino tentunya lebih panjang daripada milik Furina.
“Ck, orang tinggi jalannya cepet-cepet!” Furina menggerutu dalam langkahnya.
Furina menatap ke depan, melihat Arlecchino tampak semakin jauh. Ia kembali menggerutu. “Gimana sih?!”
Furina kembali melangkah, sedikit lebih santai tentunya. Sambil berjalan, ia menatap tali sepatunya yang sedikit kotor akibat terinjak, dan tentunya simpulnya sudah terlepas. Suasana hati Furina berubah seketika.
Sebelum menyimpulkan kembali tali sepatunya, Furina melangkah ke tepi di dekat sebuah toko dan berjongkok untuk mengikat tali sepatunya.
Begitu tali sepatunya kembali terikat, Furina tersenyum senang dan beranjak untuk kembali mengikuti Arlecchino.
Sesaat setelah kakinya melangkah, Furina membeku.
Gawat! ia kehilangan jejak Arlecchino!
Furina segera menoleh ke kanan dan kirinya, ia pun berjinjit demi mencari keberadaan punggung Arlecchino. Ia takut. Ia takut jika Arlecchino mengiranya kabur dari tanggung jawab dan menganggapnya sebagai orang tak sopan juga tak bertanggung jawab.
Tak kunjung menemukan keberadaan Arlecchino, Furina menurunkan tumitnya, ia menyerah. Ia kehilangan Arlecchino.
Furina membuka tasnya, mengeluarkan ponselnya bermaksud untuk menghubungi Arlecchino.
Tak mau berlama-lama mengirim pesan, ia langsung saja menekan dia telepon pada kontak Arlecchino.
tut…tut…
Dahi Furina mengkerut. KENAPA WANITA ITU TIDAK BISA DIHUBUNGI??
Dengan kesal Furina menutup panggilan teleponnya. Kakinya menghentak-hentak bak anak kecil. Jujur saja, Furina sudah ingin menangis.
“Ck, kemana siiiih?!”
“Hei.”
Panggilan dan tepukan di bahu, buat Furina terkesiap.
Arlecchino berada tepat di belakangnya, masih dengan pakaiannya yang berwarna monoton dan ekspresi wajahnya yang tampak kejam.
Furina menatap Arlecchino dengan matanya yang mulai basah. Ia kira, Arlecchino akan meninggalkannya sendirian. Ia tak pernah mengira jika Arlecchino akan menghampirinya.
Tanpa sadar, Furina mengangkat tangannya dan mulai memukuli lengan Arlecchino tanpa tenaga.
“Aku kira kamu hilang…”
Suara Furina terdengar getir. Kepalanya menunduk, enggan menampakkan wajahnya kepada Arlecchino.
Arlecchino tertawa pelan, tangan satunya ia gunakan untuk menghentikan pukulan Furina yang tak terasa sakit sama sekali.
“Maaf, aku lupa kaki kamu lebih pendek.”
Mendengar perkataan Arlecchino tentangnya, Kepala Furina kembali terangkat.
“MAKSUDNYA?!!”
Arlecchino tertawa dan mengusap puncak kepala Furina, kembali meminta maaf.
“Ayo, toko kuenya di depan.”
Arlecchino kembali melangkah.
Tak mau kehilangan jejak Arlecchino lagi, Furina menggerakkan kakinya lebih cepat dari sebelumnya.
“Tungguinnn! –aduh!”
Furina mundur beberapa langkah setelah tanpa sengaja menabrak punggung Arlecchino.
“Kok berhenti?”
Arlecchino berbalik, ia mengulurkan tangannya.
Furina tak mengatakan atau bahkan berbuat apapun, ia hanya menatap tangan Arlecchino dengan penuh tanda tanya hingga akhirnya telapak tangan yang terjulur itu menarik tangannya yang terkepal di tali tas selempangnya.
“H-hei! ngapain?!”
Furina kepanikan.
“Biar kamu gak hilang lagi.”
Furina menegang.
oh? menurutnya selama ini dirinya yang menghilang ya?
“Y-yaudah…”
Setelah beberapa menit berjalan dengan tangan yang saling bertaut, akhirnya mereka sampai di toko kue yang dimaksudkan.
Arlecchino membukakan pintu toko dan membiarkan Furina untuk duduk terlebih dahulu sementara dirinya memesan.
Begitu selesai memesan, Arlecchino duduk di seberang Furina.
“are you okay with latte?”
Furina mengangguk.
“Anu… Kue-nya … kue apa ya?”
Arlecchino menyenderkan punggunya. “Nanti aja. Atau kamu lagi buru-buru?”
Furina dengan cepat menggeleng.
“Enggak kok! cuma tanya aja… biar aku minta takeaway dari sekarang.”
Arlecchino mengangkat satu alisnya. “Oh? gitu ya…”
Furina mengangguk.
“Nanti aku aja yang pesen.” Arlecchino tersenyum. “Sekarang ngobrol aja dulu.”
Senyum Furina memudar mendengar hal itu. Sepertinya, acara mengganti kue hari ini berubah menjadi acara kencan. Kencan pertama dalam hidup Furina.